Jumat, Juni 27, 2025
  • Tentang Kami
  • Periklanan
  • Karir
Lensaparlemen.com
  • Parlemen
  • Nasional
  • Pemerintah
  • Berita Daerah
    • All
    • Lintas Jawa
    • Lintas Nusa
    • Lintas Sumatera

    Santuni 40 Yatim Piatu, Squad 05 Komitmen Perkuat Silaturahmi dan Saling Membantu.

    Rumah Semi Permanen Kembali Terbakar di Kapuk Muara

    Rumah Semi Permanen Kembali Terbakar di Kapuk Muara

    Sekjen PKS Minta Para Anggota DPRD PKS Bekerja Lebih Cekatan Menghadapi Pemilu 2024

    Sekjen PKS Minta Para Anggota DPRD PKS Bekerja Lebih Cekatan Menghadapi Pemilu 2024

  • Olahraga
  • Ekonomi
  • Login
No Result
View All Result
Lensaparlemen.com
Home Berita Daerah

SEKOLAH ALA ANAK KAMPUNG “Kenangan di SDK Cereng era 1990-1996”

Din Salahudin by Din Salahudin
Juni 27, 2020
in Berita Daerah
Reading Time: 3 mins read
0
SEKOLAH ALA ANAK KAMPUNG  “Kenangan di SDK Cereng era 1990-1996”
0
SHARES
24
VIEWS
Share on FacebookShare on WhatsappShare on Twitter

Lensaparlemen.com, Cirebon: Oleh Syamsudin Kadir (Penulis buku “Melahirkan Generasi Unggul”)

Alhamdulillah saya sangat bersyukur dan bangga karena pernah belajar dan menulis pakai arang bekas kayu bakar. Pernah menikmati proses belajar di bawah ruangan sekolah tak beratap yang layak. Bukan setahun atau dua tahun, tapi hampir enam tahun. Selama saya menempuh pendidikan Sekolah Dasar atau SD. Tahun 1990 hingga 1996.

Related posts

Santuni 40 Yatim Piatu, Squad 05 Komitmen Perkuat Silaturahmi dan Saling Membantu.

Maret 18, 2024
Rumah Semi Permanen Kembali Terbakar di Kapuk Muara

Rumah Semi Permanen Kembali Terbakar di Kapuk Muara

Desember 15, 2023

Seingat saya, guru yang mengajar waktu itu hanya 4 orang. Itu pun, guru yang benar-benar full cuma 2 orang. Sementara 2 orang lagi menyesuaikan dengan kondisi. Dan perlu diketahui juga bahwa mereka atau para guru itu adalah pasangan suami-istri. Kadang guru mengajar tidak full. Bukan karena malas. Tapi mereka sering sakit kelelahan.

Bagaimana tak lelah. Mereka punya anak sendiri yang masih kecil-kecil. Tak ada pembantu. Namanya sekolah di kampung atau pelosok, mana ada itu pembantu. Menyebutnya juga bikin ngilu. Kaya barang antik begitu. Lalu pada kondisi demikian, mereka mesti full mengajar. Luar biasa capenya.

Bayangkan saja, siswa lumayan banyak, sementara guru hanya beberapa orang. Ya hanya ada 4 orang. Tak sebanding dengan jumlah siswa seusia SD yang ramenya seperti apa dan tentu butuh bimbingan maksimal. Bila siswa sebuah kelas lagi mengikuti proses belajar, maka siswa kelas lain giliran mengerjakan tugas. Begitu seterusnya. Karena guru yang mengajar pindah atau memberi tugas ke kelas lain.

Belum lagi ruang kelas dan bangunan sekolah yang jauh dari kelayakan. Atap bangunan sekolah sudah rusak sejak lama. Apalah lagi bila ada angin kencang, suasana semakin kacau karena suara atap begitu ribut. Atapnya bukan genteng, tapi sink. Terbayang bagaimana ributnya. Bukan saja brisik yang bikin telinga jadi budek alias tuli tapi juga bikin pusing kepala dan tidak bisa belajar tenang.

Jangan tanya bagaimana bila musim hujan tiba. Ruang kelas sudah pasti basah alias kebanjiran air. Karena hampir semua atap sekolah rusak. Hujan pun masuk ruang kelas dengan mudahnya. Tulus betul dia mengalir. Lagi-lagi itu terjadi bertahun-tahun. Bukan sekali atau setahun saja.

Untuk seragam sekolah tak ada yang benar-benar normal. Celana bisa warna merah, tapi bajunya kadang coklat atau pramuka. Celana bisa bebas, tapi baju warna putih. Itu pun tanpa logo sekolah. Bahkan kadang celana warna coklat, bajunya kaos oblong saja. Pokoknya benar-benar pelangi.

Gegara itu, saya dan teman-teman saya kerap dihukum oleh guru. Berdiri sambil menatap matahari, dicubit, ditempeleng, dipukul dan bahkan tak bisa masuk kelas. Hanya berdiri di depan pintu kelas. Atau kadang dihukum atau disuruh membersihkan sampah di komplek sekolah. Bahkan hukuman itu untuk beberapa kali sepaket.

Karena rerata siswa berpakian dengan warna-warni dan tak sesuai aturan. Bagaimana mau ikuti aturan, seragamnya juga tidak punya. Uang untuk membeli seragam pun susah didapat. Musim kemiri datangnya hanya sekali setahun.

Sudah musimnya hanya setahun sekali, itu pun belum tentu menghasilkan uang sesuai yang diharapkan. Padahal itu andalan untuk bisa membeli kebutuhan sekolah, juga untuk kebutuhan sehari-hari keluarga selain hasil sawah tadah hujan.

Seragam olahraga jangan ditanya, sebab memakai baju kaos saja sudah dianggap berseragam. Seumur hidup saya tidak pernah pakai seragam yang ada nama sekolahnya. Seragam sekolah pun hanya sama pada warna, bukan di label sekolah dan atau topi sekolah. Putih atau coklatnya kadang ngasal saja.

Daki atau kotoran yang menempel di celana atau baju sudah pasti itu. Karena pakian istimewa semacam itu dicucinya hanya sekali sepekan bahkan sekali sebulan. Sebab mereka dipakai di hampir setiap hari. Biar terlihat kren ya tiap hari ganti warna. Padahal tidak dicuci. Lagi-lagi, daki atau kotoran sudah pasti numpuk. Baunya ke mana-mana.

Tidak ada ceritanya siswa memakai topi sekolah. Apalagi yang sama, itu mustahil bisa ada atau bisa sama. Karena memang tidak ada penyeragaman. Bahkan bisa dibilang tak ada yang memakai topi ke sekolah. Kalau ada yang pakai topi ke sekolah itu biasanya petugas apel bendera di hari-hari besar nasional.

Jangan kan itu, yang memakai sepatu pun tidak ada. Bahkan, yang memakai sendal hanya beberapa orang. Itu pun kadang lain sebelah. Berangkat ke sekolah hanya mengandalkan 1 buku dan 1 bulpen atau kadang pensil. Selebihnya, ya jalan kaki ke sekolah. Itu selama 6 tahun alias selama SD.

Bisa dibilang, lebih dari 95 persen siswa di sekolah saya tak memakai sendal. Termasuk saya. Saya memakai sendal ke sekolah, seingat saya hanya pas kelas 5 SD. Kemudian memakai sepatu pada saat kelas SD. Itu pun karena mengikuti lomba dan yang terakhir mengikuti EBTANAS atau Evaluasi Belajar Tahun Akhir Nasional. Namanya rada kuno kan?

Di tempat saya sekolah tak AC atau kipas angin. Kalau angin alami sudah pasti ada bahkan cukup besar. Langsung dari Allah. Bagaimana mau ada AC dan kipas angin, listrik PLN juga tidak ada. Bahkan saya tahu listrik dan kabel listrik pun ketika saya lulus SD. Yaitu ketika saya sudah masuk SMP. Tepatnya MTs.

Untuk air, di sekolah saya tidak ada. Kalau mau WC atau buang kotoran besar atau kecil alias kencing, itu mesti ke hutan. Bersihinnya kadang pakai batu dan daun pohon atau tumbuhan di sekitar saja. Atau bila pun pakai air, mesti berjalan kaki sekitar 15 sampai 20 menit. Itu pun kalau lagi musim hujan. Kalau tidak, mendapatkan air juga susahnya bikin tambah nyesak.

Untuk minum dan masak nasi saja, bila ada jadwal tidur atau studi di sekolah, kadang mengambil air dekat tempat kerbau sering tidur. Bau kencing dan kotoran kerbau sudah pasti. Itu menjadi penambah seru kehidupan di sekolah. Atau bila ingin mendapatkan air yang agak jernih, mesti ambil ke kali yang jaraknya sangat jauh dari sekolah.

Juni 2020

Previous Post

KORUPSI DAN TANTANGAN PEMBERANTASANNYA

Next Post

New Normal, Yohan Menyalurkan APD Kepada Rumah Sakit dan Puskesmas di Dapil

Next Post
New Normal, Yohan Menyalurkan APD Kepada Rumah Sakit dan Puskesmas di Dapil

New Normal, Yohan Menyalurkan APD Kepada Rumah Sakit dan Puskesmas di Dapil

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BROWSE BY CATEGORIES

  • Berita Daerah
  • Ekonomi
  • Lintas Jawa
  • Lintas Nusa
  • Lintas Sumatera
  • Nasional
  • Olahraga
  • Parlemen
  • Pemerintah
  • Uncategorized

BROWSE BY TOPICS

#baladumkm #disparsumbar #kabupatentanahdatar #MakinCakapDigital #LiterasiDigital #SiberKreasi #DigitalCulture #DigitalEtihcs #DigitalSkills #DigitalSafety #LiDigSumatera1 #pemkotdepok #sandiagauno #tanahdatar Ahmad Yohan BIM BSA Corona Corona di Kota Depok Depok Dinas Pariwisata Pemprov Sumatera Barat Dispar Sumbar Dkr kota depok DPR RI Ekraf dan UMKM khas Ranah Minang Hj Nur Azizah Indonesia Kadistan Toli Kemenparkraf Kementan Kementerian Pariwsata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Komisi VIII Nur Azizah Kundapil Nur Azizah Tamhid NTB NTT Nur Azizah Tahmid Nur Azizah Tamhid PB ISSI PKS Reses Nur Azizah Tamhid Sandiaga Uno Sekda kota depok Sumatera Barat Sumbar Tasrif SH MH TdS 2021 Tolitoli Tour de Singkarak Tour de Singkarak (TdS) 2021 Tourism UMKM Wali Kota Depok

POPULAR NEWS

  • Muhammadiyah Memberi Masukan Kepada Pemerintah Hadapi Covid-19

    Muhammadiyah Memberi Masukan Kepada Pemerintah Hadapi Covid-19

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Syafril Pakar Pendidikan; Mendikbud Gagap Menghadapi Covid-19

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • CANTIKNYA BUKIT MUHAMMADIYAH DI MANGGARAI BARAT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lima Ribu Guru P3K Akan Kepung Kemendikbudristek, Apa Tuntutan Mereka?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotel Triza: Akomodasi Yang Nyaman di Kota Painan Kabupaten Pesisir Selatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Lensaparlemen.com

Ikuti Lensa Parlemen

Berita Terbaru

  • (tanpa judul)
  • (tanpa judul)
  • Seminar Cyber Freedom: Bangkitkan Semangat Kepahlawanan, Lawan Ancaman Siber
  • Tentang Kami
  • Periklanan
  • Karir

© 2020 Tim LensaParlemen.com

No Result
View All Result
  • Parlemen
  • Nasional
  • Pemerintah
  • Berita Daerah
    • Lintas Nusa
    • Lintas Jawa
    • Lintas Sumatera
  • Olahraga
  • Ekonomi

© 2020 Tim LensaParlemen.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In