Lensaparlemen.com – Menanggapi pernyataan Presiden RI, Joko Widodo saat membuka rapat terbatas terkait Laporan Gugus Tugas Covid-19 yang disiarkan langsung di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin 30/03/2020, bahwa dirinya akan meminta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, _physical distancing_ dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi, sehingga perlu didampingi kebijakan darurat sipil.
Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta menyatakan bahwa saat ini yang dibutuhkan masyarakat langkah konkrit dan segera untuk mencegah penyebaran Virus Corona dan itu pilihannya adalah dengan melakukan Karantina Wilayah sebagaimana diatur di dalam UU no. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Penyebaran virus yang saat ini hampir menyentuh semua provinsi di Indonesia tidak cukup diatasi dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar serta tidak perlu disikapi dengan kebijakan darurat sipil. Saya tidak tahu apa sesungguhnya yang ada di benak pak Presiden sehingga jauh hari menyampaikan tidak akan ‘lockdown’. Pak Presiden, yang sedang kita hadapi saat ini pandemi virus corona, telah menyebar dengan cepat dan menjadi ancaman nyata bagi kesehatan dan nyawa rakyat Indonesia. Dalam UU Kekarantinaan Kesehatan kondisi ini disebut sebagai Kedaruratan Kesehatan, bukan Darurat Sipil. Langkah yang perlu dilakukan didalam UU tersebut juga sudah sangat jelas jika arahnya membatasi pergerakan orang agar tidak keluar masuk yang dilakukan adalah karantina wilayah atau istilah populernya ‘lockdown’. Jika masalahnya adalah perlu Peraturan Pemerintah untuk sebagai peraturan pelaksana, segera buat PP tersebut. Itu menjadi domain pemerintah sepenuhnya, mestinya bisa segera dibuat,” jelas Sukamta.
Anggota Komisi 1 DPR RI ini lebih lanjut melihat setelah Pemerintah menetapkan status darurat bencana Covid-19 pada tanggal 29 Februari 2020 atau sudah berjalan selama 1 bulan, berbagai langkah yang dilakukan belum bisa menekan perkembagan virus corona, sebaliknya virus semakin menyebar dengan kenaikan pasien positif lebih dari 500 persen. Mestinya pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh. Pemerintah juga bisa mengambil pengalaman negara-negara lain yang berhasil menekan penyebaran virus serta menekan jumlah korban jiwa seperti China, Korea Selatan, dan Singapura.
“Pengalaman negara lain menyisakan 2 pilihan, lockdown atau perbanyak test. Sejauh ini pemerintah mencoba memperbanyak test dengan mengimpor rapid test yang oleh beberapa ahli dikatakan tingkat akurasinya 30-an persen. Itupun jumlahnya masih terbatas, sehingga tidak mampu mengimbangi kecepatan penyebaran virus. Jika menimbang ini, pilihan lockdown mestinya tidak ditunda-tunda”, tegas Sukamta.
Sukamta memahami bahwa untuk melakukan lockdown tentu membutuhkan perhitungan yang cermat supaya bisa berjalan dengan sukses, selain itu juga membutuhkan anggaran yang cukup besar setidaknya untuk menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Juga perlu memberikan insentif bagi pekerja sektor informal yang terdampak dan juga dunia usaha. Menurut Sukamta, hitungan yang pernah ia buat perlu 12,5 trilyun untuk jaminan kebutuhan pokok penduduk miskin, serta 300 trilyun untuk insentif pekerja sektor informal dan dunia usaha, jika dilakukan lockdwon Pulau Jawa selama 2 bulan.
“Saya melihat masyarakat siap secara mental untuk lockdown, di banyak tempat di dusun-dusun, kampung-kampung mereka melalukan lockdwon swadaya. Masyarakat sudah semakin paham bahaya penyebaran virus corona. Banyak pemerintah daerah yang juga punya niatan lakukan karantina wilayah. Langkah baik ini mestinya didukung dengan segera membuat payung hukum PP-nya. Jika pemerintah lambat berbuat, berapa banyak lagi nyawa yang harus melayang,” pungkas Anggota DPR RI asal Yogyakarta ini.