
“Kementrian Dalam Negeri sesuai dengan pasal 7 UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang diberi otoritas untuk membina dan mengawasi kinerja pemetintahan daerah. Mengingat bahwa ada sekitar 7 Gubernur, 181 Kepala Daerah, 221 Wakil Bupati 29 Walikota dan Wakil Walikota yang akan bertarung kembali dalam Pilkada 2020,” ujar Ketua Bidang Hukum dan HAM Formapsi Harmoko, dalam pesan rilisnya, hari ini.
Lebih lanjut, Harmoko mengatakan dengan banyaknya Kepala Daerah yang mencalonkan kembali ditahun 2020 kemungkinan akan politisasi dana bansos untuk kepentingan politik dirinya disaat pandemi covid 19 dan hal itu dinilai sangat rentan. Sementara dalam pasal 71 ayat 3 UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada bahwa Kepala Daerah tidak boleh menggunakan program dan kegiatan pemerintah daerah untuk kegiatan pemilihan 6 bulan sebelum masa jabatan berakhir.
“Norma dalam pasal tersebut masih sumir dan oleh karena itu Kementrian Dalam Negeri harus dengan tegas membuat satu peraturan untuk mengatur tentang petahana yang maju kembali ke Pilkada agar tidak memanfaatkan bansos untuk kepentingan diri dan pencalonannya,” kata Harmoko lagi.
Dengan melihat situasi sekarang, ada banyak Kepala Daerah yang melakukan politik simbol dengan menempelkan foto di paket bantuan tersebut dan itu merupakan cara mempolitisasi bansos untuk kepentingan personal biar para konstituennya dan atau masyarakat pada umumnya menilai bahwa elaktabilitasnya bagus.
“Formapsi mendesak Mendagri Tito Karnavian untuk segera menyelesaikan dan memberikan peringatan keras terhadap Kepala Daerah yang memanfaatkan dana bantuan sosial untuk kepentingan personal,” tutup Harmoko.