Lensaparlemen.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami depresiasi hingga berada pada level Rp 15.712 pada Kamis (19/3). Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mendorong pemerintah untuk segera mempercepat bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dari krisis sebagai dampak dari wabah pandemik virus corona atau COVID-19. Kebijakan tersebut juga diharapkan sebagai langkah antisipasi terhadap peningkatan kebutuhan masyarakat jelang bulan Ramadhan.
“Kondisi nilai tukar rupiah hari ini tercatat sangat lemah. Pelemahan nilai tukar juga terjadi di berbagai negara emerging market lainnya, seperti Korea, Thailand, Meksiko, dan Brazil. Kekhawatiran dan ketidakpastian perekonomian global sebagai akibat penyebaran wabah COVID-19 ini memicu aksi jual di pasar keuangan dalam negeri dan global. Aksi jual yang terjadi di dalam negeri membuat arus modal keluar dari RI. Dampaknya, rupiah menjadi tertekan,” papar wanita yang akrab disapa Putkom ini.
Lewat rilis yamg kami terima dari Anggota Komisi XI DPR RI, Jumat (20/3/2020). Puteri Komarudin mendorong pemerintah agar terus berkoordinasi bersama Bank Indonesia dan OJK dalam merumuskan bauran kebijakan fiskal dan moneter yang tepat sasaran untuk meredam gejolak ekonomi yang terjadi. Sebelumnya, pemerintah telah merumuskan kebijakan stimulus untuk penyelamatan sektor pariwisata dan turunannya, serta relaksasi perpajakan untuk mendongkrak daya beli masyarakat.
“Langkah selanjutnya, pemerintah perlu terus mengevaluasi dampak dari kebijakan tersebut sehingga dapat menjadi masukan dalam perumusan paket kebijakan lanjutan. Tentunya, intervensi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar akibat penyebaran wabah COVID-19 serta persiapan peningkatan kebutuhan jelang bulan Ramadhan,” lanjut Puteri.
APBN Perubahan
Penyebaran wabah COVID-19 yang makin meluas membuat asumsi makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 meleset. Imbasnya, APBN 2020 diperkirakan akan mengalami peningkatan defisit akibat turunnya penerimaan negara. Selain itu, stimulus fiskal seperti relaksasi perpajakan yang sebelumnya sudah diberlakukan pun menjadi faktor turunnya penerimaan negara tahun ini.
“Defisit APBN menjadi salah satu risiko yang perlu diantisipasi oleh pemerintah sebagai dampak dari kebijakan yang counter cyclical sebagai respon dari tekanan ekonomi. Khususnya saat ini, pemerintah harus mengelola APBN dengan lebih hati-hati dan kredibel,” ujar Putkom.
Menanggapi rencana Kementerian Keuangan untuk mengajukan APBN 2020 Perubahan, Anggota Komisi XI ini menyatakan perubahan APBN adalah hal lumrah tetapi tetap perlu dilakukan dengan seksama.
“APBN Perubahan bukan tidak mungkin dilakukan, tetapi tidak berarti APBN Perubahan itu satu-satunya langkah yang akan pemerintah upayakan untuk atasi gejolak ekonomi ini. APBN perubahan pun perlu pembahasan yang komprehensif untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional serta kepercayaan masyarakat dan investor terhadap pemerintah. Tentunya, kami dukung upaya-upaya pemerintah dengan siap melakukan pembahasan mendalam di DPR, setelah semua pihak sepakat untuk membahas APBN perubhan”.