Lensaparlemen.com – Pemerintah akan mengalokasikan anggaran untuk program perlindungan sosial senilai Rp203,9 triliun bagi masyarakat yang rentan terdampak pandemi. Selain disalurkan dalam bentuk bantuan logistik atau sembako, pemerintah juga telah menyalurkan bantuan secara tunai melalui Program Keluarga Harapan (PKH), Bansos Tunai Non-Jabodetabek, hingga Bantuan Langsung Tunai Dana Desa. Terkait hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menyoroti pentingnya program bantuan tunai tepat sasaran sebagai bentuk modifikasi penerapan konsep basic income atau penghasilan dasar di Indonesia, untuk menjaga daya konsumsi masyarakat dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi.
“Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2020 mengalami tekanan menjadi 2,97 persen, di antaranya karena pelemahan konsumsi rumah tangga yang saat ini masih menjadi motor penggerak ekonomi nasional. Oleh karena itu, adanya bantuan sosial tunai sangat penting bagi penduduk yang rentan terdampak agar memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari. Untuk itu, memang sudah seharusnya pemerintah memperluas, meningkatkan, dan memperpanjang cakupan penerima manfaat bantuan tunai melalui peningkatan belanja program perlindungan sosial,” tutur Puteridalam siaran persnya yang kami terima, Sabtu (13/6/2020) sore.
Program bantuan tunai sebagai bagian dari stimulus fiskal untuk meredam dampak pandemi tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Paling tidak 84 negara, termasuk Singapura, Amerika Serikat, Tiongkok, serta Italia, juga mengimplementasikan kebijakan bantuan langsung tunai dengan berbagai variasi skema. Bahkan, beberapa negara, seperti Kenya dan Iran, mempertimbangkan untuk menerapkan konsep Universal Basic Income atau Penghasilan Dasar Universal, di mana pemerintah memberikan penghasilan dasar tanpa syarat kepada setiap individu, tanpa terkecuali. Hal ini bertujuan untuk menjamin keamanan finansial bagi setiap anggota masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar, sehingga diharapkan dapat memperbaiki taraf hidup masyarakat.
“Indonesia, salah satunya, memilih untuk memperluas cakupan penerima manfaat bantuan sosial tunai yang telah berjalan agar menjangkau masyarakat yang rentan terdampak pandemi. Kebijakan ini bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk modifikasi konsep penghasilan dasar yang implementasinya bervariasi di setiap negara, sesuai kebutuhan masing-masing. Di Indonesia, tingkat penduduk miskin diperkirakan mengalami lonjakan hingga 13 persen akibat dampak pelemahan ekonomi pandemi. Untuk itu, pemerintah berkewajiban untuk memastikan daya tahan kelompok masyarakat yang rentan terdampak pandemi,” ujar Puteri.
Sebagai informasi, hingga 5 Juni 2020, Kementerian Keuangan mencatat telah mencairkan Rp81,8 triliun dari Rp125,1 triliun anggaran bantuan sosial, yang mencakup Program Keluarga Harapan, Program Sembako, Program Sembako Jabodetabek, Bansos Tunai Luar Jabodetabek, Padat Karya Tunai (PKT), dan Bantuan Langsung Desa. Terkait bantuan tunai, realisasi pencairan dana PKH telah mencapai Rp19,06 T dari pagu Rp37,40 T, Bansos Tunai Non-Jabodetabek telah terealisasi Rp11,47 T dari pagu Rp32,40 T, dan BLT Dana Desa telah tersalurkan Rp3,32 T dari pagu Rp31,80 T. Menanggapi realisasi tersebut, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini meminta agar terus dilakukan optimalisasi, baik dalam hal pendataan maupun penyaluran bantuan kepada penerima manfaat.
“Persoalan yang saat ini terjadi adalah penyaluran bantuan dinilai belum tepat sasaran akibat belum optimalnya manajemen data masyarakat yang layak menerima bantuan. Kendala ini perlu segera diatasi melalui upaya kolaboratif dengan berbagai pihak, dari hulu hingga hilir, dari pusat dan daerah, dengan pendataan yang akurat dan terkini, serta penyaluran bantuan yang tepat waktu. Jika penyaluran bantuan tunai nantinya telah maksimal, harapannya, dapat mendukung persiapan masyarakat secara umum untuk memulihkan geliat ekonomi menuju normal baru,” tutup Puteri.