Hingga kini istilah tapering off menjadi buah bibir di Indonesia, pasalnya sinyal kembali menguat dari bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed ingin tapering off pada sebelum pergantian tahun.
Melansir dari finance.detik.com tapering adalah suatu kebijakan untuk mengurangi nilai pembelian aset, seperti obligasi (surat utang) atau quantitative easing oleh The Fed. Artinya, bank sentral AS akan mengurangi porsi pembelian surat utang dari nilai yang sebelumnya dilakukan.
Ketika isu Bank sentral AS semakin positif terkait kebijakan tapering off sebelum akhir tahun. Kini dinilai langsung direspons berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menginformasikan bahwa kebijakan moneter Bank Sentral AS tidak akan besar seperti pada tahun 2013.
Bahkan sejak Febuari 2021, Perry menginformasikan BI telah mengantisipasi dengan kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Triple intervention yaitu intervensi jual dipasar spot, pasar Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas , serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dipasar sekunder.
“BI sudah melakukan intervensi di pasar spot, DNDF (Domestic Non-Deliverable Forwards). Kemudian investor asing melepas SBN, BI sudah membeli Rp 8,6 triliun dari Rp 11 triliun yang keluar. Kami bersama Kementerian Keuangan mengelola ini agar tetap stabil,” jelas Perry.
Selain itu, tambah Perry, BI tetap menjaga daya tarik pasar keuangan Indonesia. Ini dilakukan dengan menjaga selisih yield antara SBN dan obligasi pemerintah di luar negeri, terutama AS.
“Sekarang atraktif di atas 5%. Perbedaan yield US Treasury Bonds dan SBN dan itulah yang menunjukkan kenapa kita harapkan arus modal asing masuk ke portofolio,” kata Perry.
(Fadhlur Rohman Choer, Mahasiswa STEI SEBI)