Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak. menyatakan, Pemerintah harus mempercepat dan memperkuat reformasi birokrasi, terutama berkaitan dengan peizinan investasi.
Rendahnya nilai dan kualitas investasi yang masuk, hingga terjadi kontraksi minus 6 persen pada kuartal III 2020 akibat masih tingginya korupsi dan inefisiensi birokrasi, bukan akibat persoalan ketenagakerjaan.
Hal itu disampaikan Amin saat menanggapi pertanyaan media terkait teguran Presiden Joko Widodo terhadap menteri-menteri yang bertanggung jawab di bidang investasi.
Kontraksi nilai
investasi melebihi minus 5%, imbuhnya, bisa berdampak pada lambatnya pemulihan ekonomi nasional.
“Rendahnya kualitas investasi di Indonesia itu karena banyaknya korupsi dan birokrasi di dalam negeri yang berbelit,” tegas Amin.
Buruknya kualitas investasi juga tergambar dari tingginya rasio penambahan modal terhadap pertumbuhan ekonomi atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
“Rasio ini mencerminkan seberapa besar tambahan investasi yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB),” ungkap Amin.
Amin mengutarakan semakin tinggi nilai ICOR investasi semakin tidak efisien, terlalu banyak kepentingan di luar investasi yang mengganggu.
“Penyebab ICOR tinggi karena banyak korupsi dan inefisiensi birokrasi dalam mengurus perizinan. Sebaliknya semakin rendah ICOR, itu berarti efisiensi investasi makin tinggi. Karena inefisiensi tadi maka, investasi yang masuk ke Indonesia hanya menghasilkan output yang sedikit,” tegasnya.
Nilai ICOR yang tinggi juga, lanjutnya, membuat pihak asing enggan berinvestasi di Indonesia karena biaya investasi yang tinggi.
“Vietnam menjadi pilihan alternatif karena ICORnya lebih rendah dibanding Indonesia.
Tahun 2019, ICOR Indonesia mencapai 6,77 lebih buruk dari tahun 2018 yaitu sebesar 6,44. Bandingkan dengan negara peer-nya seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam sedang mendekati kisaran angka ideal sebesar 3%,” urainya.
“ Investasi saat ini diperhadapkan pada tingginya biaya investasi hingga lemahnya daya saing kita untuk penyerapan modal investasi maupun pengelolaan di tingkat output,” imbuh Amin.
Praktik-praktik korupsi mengakibatkan beberapa dampak besar terjadi terhadap investor.
Amin menegaskan dampak tersebut antara lain dapat memunculkan persaingan tidak sehat, distribusi ekonomi yang tidak merata, tingginya biaya ekonomi, memunculkan ekonomi bayangan, menciptakan ketidakpastian hukum, dan tidak efisiennya alokasi sumber daya perusahaan.
“Reformasi birokrasi harus betul-betul dijalankan dengan baik karena itu menyangkut kualitas pelayanan publik, termasuk di dalam perizinan investasi. Reformasi birokrasi sangat penting dalam mewujudkan pembangunan dan pelayanan publik yang prima,” tandas Amin.
Amin merujuk pada hasil kajian World Economic Forum (WEF) yang menyebutkan, maraknya korupsi merupakan penghambat utama investasi di Indonesia.
WEF menempatkan korupsi dengan skor tertinggi, yaitu sebesar 13,8 sebagai faktor utama penghambat investasi di Indonesia. Hal tersebut lantaran maraknya praktik suap, gratifikasi, favoritisme, dan pelicin yang dilakukan sejumlah oknum, terutama dalam pengurusan perizinan.
“Birokrat kita harus memposisikan diri sebagai pelayan rakyat, sehingga pekerjaan mereka harus menjadi budaya berkhidmat untuk kepentingan publik,” pungkas Amin mengakhiri