DPP PDI Perjuangan (PDIP) bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil, menggelar diskusi terkait Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Dalam diskusi tersebut, seluruh pihak sepakat mendorong agar fraksi-fraksi di DPR memiliki sikap konsisten dalam mewujudkan sebuah aturan penghapusan kekerasan yang sudah menjadi perhatian masyarakat.
Di dalam RUU PKS yang berusaha diusulkan para aktivis, diusulkan sejumlah hal baru, termasuk sembilan jenis kekerasan seksual yang membina hingga pelarangan penyiksaan seksual.
1. PDIP mengklaim mendapat dukungan dari banyak pihak yang terkait disahkannya RUU PKS
Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) PDIP dari Komisi VIII DPR, Diah Pitaloka, mengatakan banyak kelompok masyarakat, akademisi, artis, hingga kelompok legislator yang sudah mulai membicarakan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ( PKS).
Kita berharap drafnya bisa cepat selesai, sehingga bisa segera kita usulkan di dalam proses legislasi di DPR. Kita harap itu bisa terjadi Oktober, sehingga September kalau bisa sudah ada draf dan naskah akademiknya. Sehingga segera ada pra pembahasan di teman-teman DPR yang akan menjadi pengusul, “kata Diah dalam diskusi publik secara berani bertajuk Urgensi Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Kamis (10/9/2020).
2. PDIP minta seluruh partai koalisi mendukung disahkannya RUU PKS
Diah menjelaskan, RUU PKS sebenarnya sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, namun dikeluarkan dari prioritas tahun ini. Rencananya, RUU PKS akan kembali ke prioritas 2021. Sebagai pihak yang mengklaim sejak awal mendorong RUU ini, PDIP antusiasme atas dukungan publik yang semakin besar.
“Saya yakin sekarang dukungan fraksi-fraksi di DPR semakin menguat, semoga memang benar adanya. Tidak hanya di ruang populer tapi juga di ruang legislasi. Artinya jangan di luar bicaranya ‘oke support’, begitu pembahasan tiba-tiba mundur. Kita berharap ada konsistensi juga dari teman-teman fraksi pendukung, “ujar dia.
3. Jaringan advokasi RUU PKS sedang melakukan finalisasi draf RUU PKS ke DPR
Sementara, perwakilan dari Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi RUU PKS, Valentina Sagala, menyatakan pihaknya sedang melakukan finalisasi draf RUU PKS yang akan diusulkan ke DPR.
Jaringan Masyarakat Sipil mendefinisikan agar RUU PKS dapat mencegah, melindungi, menyediakan perlindungan, mengatur korban, menindak pelaku, memberikan rasa aman kepada korban, dan keluarga korban, serta mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual.
“Intinya mempertegas negara hadir melindungi korban,” kata Valentina.
4. Ada sembilan jenis pasal tambahan yang akan dimasukan ke dalam RUU PKS
Selain itu, diusulkan juga sembilan jenis kekerasan seksual. Yakni pelecehan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, perkosaan, pemaksaan aborsi, eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.
Jaringan Masyarakat Sipil juga kekerasan agar tidak tindak pidana kekerasan dalam RUU PKS lebih detail dibanding perumusan dalam RUU Hukum Pidana. Contohnya, perkosaan dalam RUU Hukum Pidana kekerasan atau kekerasan kekerasan.
“Sementara dalam RUU ini, unsur-unsurnya, menjadi kekerasan, atau ancaman kekerasan, atau tipu daya, rangkaian kebohongan, atau pemberian kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan. Sementara soal pemidanaan, pihaknya yang bertugas dalam pidana pokok dalam penjara, denda , kerja sosial, pengawasan pidana, ”kata Valentina.
Selain itu, diusulkan juga sembilan jenis kekerasan seksual. Yakni pelecehan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, perkosaan, pemaksaan aborsi, eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.
Jaringan Masyarakat Sipil juga kekerasan agar tidak tindak pidana kekerasan dalam RUU PKS lebih detail dibanding perumusan dalam RUU Hukum Pidana. Contohnya, perkosaan dalam RUU Hukum Pidana kekerasan atau kekerasan kekerasan.
“Sementara dalam RUU ini, unsur-unsurnya, menjadi kekerasan, atau ancaman kekerasan, atau tipu daya, rangkaian kebohongan, atau pemberian kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan. Sementara soal pemidanaan, pihaknya yang bertugas dalam pidana pokok dalam penjara, denda , kerja sosial, pengawasan pidana, ”kata Valentina.







