Lensaparlemen.com, Jakarta: Oleh Adinda Ghina Zalfa (Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Jakarta)
Akhir – akhir ini Indonesia di kejutkan dengan pemberitaan dari media Korea Selatan yang meliputi mengenai exploitasi ketenaga kerjaan asal Indonesia. Media tersebut memberitakan mengenai ketidak adilan yang di dapatkan oleh para pekerja dari Indonesia yang bekerja menjadi Anak Buah Kapal (ABK) di kapal ikan China. Hal itu terbongkar dengan laporan yang di dapat dari salah seorang pekerja yang berani melaporkan kepada kedutaan Korea Selatan saat kapal bersandar.
ABK tersebut berusaha meminta tolong pada kedutaan Korea untuk segera mengusut kasus tersebut. Ketidakadilan atau bisa juga exploitasi kerja ini di paparkan dengan jelas, jika mereka di paksa kerja dengan waktu lebih dari 24 jam dengan waktu istirahat kurang dari 10 jam dan untuk air pun para ABK asal Indonesia meminum air saringan dari laut. Berita tersebut baru sampai di Indonesia melalui seorang youtubers bernama Ji Hansol (https://www.youtube.com/watch?v=YALDZmX-W0I, 06/05/2020) yang memberitakan pemberitaan tersebut dengan sumber media Korea Selatan sendiri.
Islam sebagai ajaran agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada umat manusia melalui Rasul Nya adalah satu tuntunan bagi manusia itu sendiri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas mendeklarasikan sikap anti perbudakan untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang toleran dan berkeadilan. Dalam hal di atas exploitasi kerja telah mencapai tahap perbudakan dengan deskriminasi antar para pekerja yang membuat kerusakan pada tatanan masyarakat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
اتَّقُوا اللهَ وَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Bertaqwalah kalian kepada Allah dan perhatikanlah budak-budak yang kalian miliki”
Hal tersebut sebagaimana cerminan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan isteri beliau yang memperlakukan pembantunya dengan rasa hormat tanpa membedakan antar sesama, tidak kah dzolim jatuhnya jika memperlakukan para pekerja di luar hak mereka dengan mengurangi hak tersebut dengan berpacuan dengan etos kerja? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menjunjung etos kerja yang baik tanpa merugikan orang lain terlebih tanpa mendzolimi atar saudara.
Bahkan di dalam Islam mengangkat derajat mereka, dari sekedar budak menjadi saudara bagi tuan mereka sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
إِنَّ إِخْوَانَكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
”Mereka (para budak) adalah saudara dan pembantu kalian yang Allah jadikan di bawah kekuasaan kalian, maka barang siapa yang memiliki saudara yang ada dibawah kekuasaannya, hendaklah dia memberikan kepada saudaranya makanan seperti yang ia makan, pakaian seperti yang ia pakai. Dan janganlah kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang memberatkan mereka. Jika kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang berat, hendaklah kamu membantu mereka.”(HR Muslim)
Islam tidak hanya meninggikan derajat mereka dalam masalah sikap yang harus diberikan, akan tetapi juga di dalam berbicara dengan mereka, sehingga mereka tidak merasa rendah diri. Dalam ungkapan pada topik di atas para ABK tidak mendapatkan hak mereka dan hanya menjalankan kewajiban tanpa henti, dengan hanya berbekal ketidak setaraan dan melanggar hadist di atas, para pekerja meminum air hasil sulingan dan menyebabkan sebagian dari mereka menderita sakit hingga akhirnya meninggal dunia dan jazadnya jika meninggal di hanyutkan ke laut, pembayaran pada gaji pekerja yang tidak sesuai dan hal tersebut melanggar dari kontrak kerja yang ada.
Dalam dalil hal itu di jelaskan jika sebagai sesamai saudara kita di haruskan untuk bertanggung jawab satu sama lain termasuk dalam memberika upah para pekerja karena jika menunda itu sama dengan suatu kedzaliman. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah).
Sangat jelas tertera dalam surat nabi untuk membayar dan memberikan hak bagi mereka sebagai bentuk tanggung jawab, dan ketika tanggung jawab itu di langgar sama dengan berhutang kepada mereka atas dasar kedzaliman. Seperti kata pepatah, janji adalah hutang, dalam surat An Nisa ayat 145 telah di jelaskan bahwa bagi siapapun yang tidak menepati janji maka mereka termasuk dalam golongan orang – orang munafik.
Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 91 menyatakan kewajiban untuk menunaikan janji dan larangan ingkar janji dalam islam yang berbunyi
وَأَوْفُوا۟ بِعَهْدِ ٱللَّهِ إِذَا عَٰهَدتُّمْ وَلَا تَنقُضُوا۟ ٱلْأَيْمَٰنَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ ٱللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”
Wajib bagi seorang mukmin untuk menepati janjinya sebagaimana ia membuat janji baik sebagai pemimpin atau janji pada orang lain, dan tunaikanlah janji – janji yang telah di perbuat, hal itu sama seperti sebuah sunnah yang wajib di lakukan tanpa melanggar sumpah teguh yang telah di perbuat. Karena sesungguhnya kalian telah menjadikan Allah sebagai saksi atas janji yang telah di buat, dan jika itu terjadi akibatnya mereka (para pelanggar) tidak mengaggungkan Allah dan melakukan pelecehan terhadapnya, karena sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat dan Allah akan membalas tiap pelaku perbuatan atas amal yang telah diperbuat. Melanggar janji itu termasuk dalam golongan orang munafik yang di benci oleh Allah SWT, karena mengingkari kesepakatan yang sudah di sepakati bersama.
(DS)