Sabtu, Juni 28, 2025
  • Tentang Kami
  • Periklanan
  • Karir
Lensaparlemen.com
  • Parlemen
  • Nasional
  • Pemerintah
  • Berita Daerah
    • All
    • Lintas Jawa
    • Lintas Nusa
    • Lintas Sumatera

    Santuni 40 Yatim Piatu, Squad 05 Komitmen Perkuat Silaturahmi dan Saling Membantu.

    Rumah Semi Permanen Kembali Terbakar di Kapuk Muara

    Rumah Semi Permanen Kembali Terbakar di Kapuk Muara

    Sekjen PKS Minta Para Anggota DPRD PKS Bekerja Lebih Cekatan Menghadapi Pemilu 2024

    Sekjen PKS Minta Para Anggota DPRD PKS Bekerja Lebih Cekatan Menghadapi Pemilu 2024

  • Olahraga
  • Ekonomi
  • Login
No Result
View All Result
Lensaparlemen.com
Home Berita Daerah

5 Pokok Pikiran PBNU terkait RUU Cipta Kerja soal Jaminan Produk Halal

Suranto by Suranto
Juni 15, 2020
in Berita Daerah
Reading Time: 4 mins read
0
5 Pokok Pikiran PBNU terkait RUU Cipta Kerja soal Jaminan Produk Halal
0
SHARES
15
VIEWS
Share on FacebookShare on WhatsappShare on Twitter

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (sebelumnya RUU Cipta Lapangan Kerja alias Cilaka) masih menjadi perbincangan hangat di ruang publik. RUU yang disebut-sebut untuk memperlancar investasi ke dalam negeri ini menuai kritik dari berbagai kalangan.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dari Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja Baleg DPR di Jakarta, Kamis (11/6). Kepada forum, PBNU menyampaikan sejumlah gagasan dan aspirasi, terutama yang menyangkut sektor perizinan berusaha bidang keagamaan.

Related posts

Santuni 40 Yatim Piatu, Squad 05 Komitmen Perkuat Silaturahmi dan Saling Membantu.

Maret 18, 2024
Rumah Semi Permanen Kembali Terbakar di Kapuk Muara

Rumah Semi Permanen Kembali Terbakar di Kapuk Muara

Desember 15, 2023

Berikut surat yang dikeluarkan secara resmi oleh PBNU terkait hal tersebut. Surat yang berjudul “Pokok-pokok Pikiran PBNU terkait RUU Cipta Kerja Sektor Perizinan Berusaha bidang Keagamaan (Jaminan Produk Halal)” ini ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini.

 

  1. PBNU sudah berulangkali menyampaikan pendapat terkait persoalan Jaminan Produk Halal yang kemudian dituangkan dalam UU No. 33 Tahun 2014 (UU JPH), baik ketika UU itu masih dibahas di DPR, maupun ketika UU itu sudah disahkan. Terakhir, pada 25 November 2019 yang lalu, PBNU berkirim surat ke Ketua DPR RI terkait dengan Hasil Pleno PBNU di Purwakarta pada 20-22 September 2019. Dalam surat itu, PBNU menyampaikan pendapat perlunya melakukan revisi terhadap UU JPH. Meski secara filosofis, NU berkeyakinan bahwa segala sesuatu pada dasarnya halal sehingga jelas keharamannya (al-ashlu fil asya’ al-ibahah illa an yadulla ad-dalil ‘ala tahrimihi), dan secara sosiologis masyarakat Indonesia mayoritas Muslim sehingga sertifikasi halal itu seperti tahsilul hasil. Namun, NU juga tidak bisa mengingkari realitas dan politik hukum yang dipilih DPR dan pemerintah dengan mengesahkan UU JPH. Karena itu, PBNU memberi beberapa catatan terhadap usulan revisi UU JPH, yang sebagian pendapat PBNU terakomodasi dalam RUU Cipta Kerja.
  2. PBNU menelaah secara cermat isi RUU Cipta Kerja, terutama yang terkait dengan kemudahan perizinan berusaha dimana JPH menjadi satu kesatuan dengan persoalan perizinan ini, yang di dalamnya ada izin edar, SNI, jaminan produk halal dan perizinan berusaha itu sendiri. PBNU bisa memahami adanya pencabutan dan perubahan beberapa norma UU JPHmelalui RUU Cipta Kerja. Perubahan dan pencabutan beberapa norma itu dimaksudkan untuk kemudahan berusaha dan menumbuhkan iklim investasi sebagaimana maksud awal dari RUU Cipta Kerja.
  3. PBNU memberi dukungan dalam RUU Cipta Kerja dimana ada afirmasi kepada pengusaha kecil dan mikro yang diperlakukan berbeda dengan usaha menengah dan besar. Dalam pengurusan JPH, usaha kecil dan mikro dalam sertifikasi halal cukup dengan membuat pernyataan kehalalan barang yang diproduksi. Pedagang gorengan, warteg dan sebagainya cukup menyatakan kehalalan makanan yang mereka produksi, dan itu sudah cukup untuk diberi sertifikat halal. Hal ini berbeda dengan UU JPH dimana pengusaha mikro dan kecil harus menempuh birokrasi sertifikasi halal yang rumit. Terkait dengan hal ini, PBNU memberi catatan: harus dipastikan pemerintah melakukan jemput bola dan memfasilitasi sertifikasi halal, dan sistem halal benar-benar satu pintu jenis perizinan yang lain. Selain itu, dalam pengurusan izin usaha, izin edar, SNI dan sertifikasi halal hendaknya ada sinergi sehingga tidak terjadi duplikasi pemenuhan syarat dan pengulangan proses administratif yang mubazir. Demikian halnya, proses sertifikasi halal juga tidak perlu mengulang hal-hal yang sudah dilakukan oleh lembaga POM.
  4. Soal Desentralisasi Penetapan Kehalalan Produk

    4.a. PBNU memahami perubahan norma yang menambahkan “ormas Islam berbadan hukum” yang disebutkan menjadi salah satu mitra kerjasama Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH), selain Kementerian/Lembaga terkait, LPH (Lembaga Penjamin Halal) dan MUI. Khusus kerjasama BPJPH dan ormas Islam berbadan hukum dilakukan dalam hal penetapan kehalalan suatu produk.  Karena itu, hal terkait sertifikasi auditor halal dan dan akreditasi LPH menjadi kewenangan pemerintah (BPJPH), bukan kewenangan MUI sebagaimana ada dalam UU 33 Tahun 2014 dan PP No. 31 Tahun 2019 sebagai pelaksanaan UU JPH.Dengan perubahan tersebut tidak ada lagi monopoli penetapan kehalalan suatu produk oleh Lembaga keagamaan tertentu. PBNU mendukung gagasan desentralisasi penetapan kehalalan suatu produk asal hal tersebut dilakukan Lembaga-lembaga keagamaan yang kredibel dan dalam kiprahnya terbukti mempunyai kapasitas mengeluarkan pendapat keagamaan. Apakah hal ini tidak membuka peluang adanya ketidakpastian hukum? Tidak sama sekali. Penetapan halal adalah keputusan profesional sebuah Lembaga yang tidak bisa dicampuri Lembaga yang lain. Ia sejenis putusan hasil “ijtihad” yang tidak bisa dibatalkan oleh “ijtihad” yang lain (al-ijtihad ya yunqadhu bil ijtihad). Hal ini justru bisa membuka peluang pelaku pasar bisa mendapatkan pelayanan sertifikasi yang cepat karena tidak adanya monopoli.

    4.b. PBNU berpendapat, dalam hal kerjasama BPJPH dengan ormas Islam berbadan hukum tidak perlu ada nama ormas yang disebut secara eksplisit dan yang tidak. Semua ormas yang berbadan hukum harus diperlakukan sama di depan undang-undang, sehingga tidak ada state favoritism  terhadap ormas tertentu, seolah ormas yang disebut dalam undang-undang lebih unggul dari yang lain.

  5. PBNU mengusulkan agar pengertian “Produk” di dalam Ketentuan Umum UU JPH diperbaiki dan menjadi satu kesatuan dalam RUU Cipta Kerja. Dalam Pasal 1 UU JPH disebutkan: Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta baranggunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Kata “….serta baranggunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat” terlampau luas dan eksesif yang pada gilirannya justru akan mengganggu iklim investasi. Beberapa waktu lalu terjadi pergunjingan dalam masyarakat adanya merk kulkas tertentu yang berlabel halal. Kulkas berlabel halal? Bagi kita agak aneh tapi itulah konsekuensi dari pengertian “Produk” dalam UU JPH. Dengan klausul itu, maka semua yang kita gunakan, kita pakai dan kita manfaatkan, termasuk motor, mobil, kereta api, pesawat terbang, MRT, peci, baju, sarung, kursi, meja dan sebagai harus berlabel halal. Apakah begitu? Bagi PBNU, tidak demikian. Hal ini justru akan merusak iklim investasi, sesuatu yang sedang diperbaiki melalui RUU Cipta Kerja.
Previous Post

Menjadi Produktif di Tengah Pendemi

Next Post

Harimau Rambah Pemukiman, Hermanto Nilai Pemerintah Lalai Menjaga Hutan

Next Post
Harimau Rambah Pemukiman, Hermanto Nilai Pemerintah Lalai Menjaga Hutan

Harimau Rambah Pemukiman, Hermanto Nilai Pemerintah Lalai Menjaga Hutan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BROWSE BY CATEGORIES

  • Berita Daerah
  • Ekonomi
  • Lintas Jawa
  • Lintas Nusa
  • Lintas Sumatera
  • Nasional
  • Olahraga
  • Parlemen
  • Pemerintah
  • Uncategorized

BROWSE BY TOPICS

#baladumkm #disparsumbar #kabupatentanahdatar #MakinCakapDigital #LiterasiDigital #SiberKreasi #DigitalCulture #DigitalEtihcs #DigitalSkills #DigitalSafety #LiDigSumatera1 #pemkotdepok #sandiagauno #tanahdatar Ahmad Yohan BIM BSA Corona Corona di Kota Depok Depok Dinas Pariwisata Pemprov Sumatera Barat Dispar Sumbar Dkr kota depok DPR RI Ekraf dan UMKM khas Ranah Minang Hj Nur Azizah Indonesia Kadistan Toli Kemenparkraf Kementan Kementerian Pariwsata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Komisi VIII Nur Azizah Kundapil Nur Azizah Tamhid NTB NTT Nur Azizah Tahmid Nur Azizah Tamhid PB ISSI PKS Reses Nur Azizah Tamhid Sandiaga Uno Sekda kota depok Sumatera Barat Sumbar Tasrif SH MH TdS 2021 Tolitoli Tour de Singkarak Tour de Singkarak (TdS) 2021 Tourism UMKM Wali Kota Depok

POPULAR NEWS

  • Muhammadiyah Memberi Masukan Kepada Pemerintah Hadapi Covid-19

    Muhammadiyah Memberi Masukan Kepada Pemerintah Hadapi Covid-19

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Syafril Pakar Pendidikan; Mendikbud Gagap Menghadapi Covid-19

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • CANTIKNYA BUKIT MUHAMMADIYAH DI MANGGARAI BARAT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lima Ribu Guru P3K Akan Kepung Kemendikbudristek, Apa Tuntutan Mereka?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotel Triza: Akomodasi Yang Nyaman di Kota Painan Kabupaten Pesisir Selatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Lensaparlemen.com

Ikuti Lensa Parlemen

Berita Terbaru

  • (tanpa judul)
  • (tanpa judul)
  • Seminar Cyber Freedom: Bangkitkan Semangat Kepahlawanan, Lawan Ancaman Siber
  • Tentang Kami
  • Periklanan
  • Karir

© 2020 Tim LensaParlemen.com

No Result
View All Result
  • Parlemen
  • Nasional
  • Pemerintah
  • Berita Daerah
    • Lintas Nusa
    • Lintas Jawa
    • Lintas Sumatera
  • Olahraga
  • Ekonomi

© 2020 Tim LensaParlemen.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In