Lensaparlemen.com – Membuka kembali sekolah di masa pandemi ini bukan perkara mudah. Selama Covid-19 belum benar-benar hilang, atau kurva masih belum landai, masuk sekolah terlalu beresiko.
Zona hijau sekalipun tidak bisa menjadi acuan untuk membuka sekolah, karena pergerakan masyarakat sangat dinamis.
Apalagi batas antara zona merah dan hijau itu sangat berdampingan. Belum lagi sampai saat ini penetapan standard zona merah masih belum jelas. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih (9/10).
Fikri mencontohkan, Kota Tegal yang ditetapkan sebagai zona hijau dan sudah menerapkan new normal, belum sepenuhnya aman karena Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Pemalang statusnya masih zona merah.
“Tidak ada yang bisa menjamin semua pergerakan orang itu terpantau. Di era new normal, masyarakat sangat leluasa bergerak lintas zona,” ungkap anggota yang terpilih dari Dapil Jawa Tengah IX tersebut.
Fikri menjelaskan, di beberapa tempat publik seperti rumah makan, pusat perbelanjaan, kantor-kantor, sudah menerapkan standard protokol covid-19, tetapi pergerakan orang tidak dapat dikendalikan, kecuali dengan kesadaran.
“Terkait dengan sekolah, Pemerintah bisa belajar dari pengalaman negara-negara lain, setelah kembali membuka kegiatan belajar mengajar, sekolah justru menjadi kluster baru penyebaran Covid-19. Jangan sampai itu terjadi di Indonesia,” ungkapnya.
Menurut Fikri, opsi belajar dari rumah atau (BDR) masih menjadi pilihan yang paling memungkinkan dilakukan saat ini, dimana keselamatan dan kesehatan lahir batin peserta didik, pendidik, kepala satuan pendidikan dan seluruh warga satuan pendidikan menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan BDR.
Hal ini tertuang dalam SE Sekjen Kemendikbud No. 15 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19, yang memperkuat SE sebelumnya, yakni SE Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19).
“Sampai kapan BDR ini berlangsung? Sampai kurva mencapai titik kulminasi, jumlah kasus sudah mengalami penurunan dan semua pihak sudah sepakat karena dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama,” kata Fikri.