Nusa Tengara Barat (NTB) harus menjadi rumah yang nyaman bagi seluruh warganya. Pemerintah, khusus Gubernur harus tegas menegur kepala daerah di bawahnya untuk menjalankan protokol kesehatan Covid 19 dengan ketat dan konsisten. Bukan hanya terkesan formalitas dan sesaat.
Jika dilihat dari data Gugus Tugas bahwa perkembangan penanganan Covid 19 di NTB belum konsisten menjalankan protokol Covid 19. Sebut saja di Kota Mataram dengan perkembangan kasus terbanyak di NTB sudah mencapai 174 kasus per Selasa 26 Mei 2020. Masih belum kelihatan maksimal menerapkan protokol penyakit mewabah ini.
“Penutupan akses keluar masuk kota kelihatan belum optimal dan terkesan formalitas. Banyak wilayah zona merah, tapi aktivitas masyarakat seperti tidak ada tanda-tanda Corona” ungkap Ketum DPD IMM NTB 2016-2018 tersebut.
Supratman menambahkan “Saya bayangkan dulu waktu awal-awal Covid 19 di NTB ada tempat isolasi yang sediakan pemerintah khusus untuk ODP yang datang dari luar daerah zona merah”.
Masyarakat NTB yang balik dari luar daerah dibiarkan untuk isolasi mandiri di rumah masing-masing yang justru menimbulkan konflik baru di masyarakat.
“Seharusnya pemerintah tegas. Semua yang datang dari luar NTB dijemput paksa langsung diisolasi di tempat yang disediakan bukan malah suruh pulang di rumah masing-masing. Langkah seperti itu bukan bertarti kasar dan tidak elok, tapi dengan ketegasan seperti itu warga segan terhadap pemerintah.” Tegasnya.
Supratman mencotohkan penanganan kasus di tempat lain. “Gubernur Jawa Tengah saja menyediakan rumah hantu untuk tempat isolasi warganya dan dijemput paksa.
“Di Aceh diberlakukan hukum lokal dengan mengucilkan warganya jika tidak patuh terhadap protokol Covid 19. Maaf saya harus katakan, NTB pada umumnya seolah ada pembiaraan dan tidak ada ketegasan seperti itu”
“Kerumunan masa masih menjadi pemandangan biasa di NTB. Saat salat Idulfitri saja kemarin rata-rata masjid di Kota Mataram dan NTB pada umunya membuka untuk salat”.
“Gubernur sendiri sudah mencabut SKB tentang salat Id dan mengeluarkan edaran untuk tidak melaksanakan salat berjamaah di Masjid dan temapat ibadah lain. Tapi nyatanya di lapangan ramai masjid membuka. Itukan kontras dengan aturannya.” lanjut akademisi UMMAT tersebut.
Man sapaan akrapnya mengatakan “Saat ini butuh ketegasan dari pemerintah, tidak hanya imbauan lewat surat dan media masa. Kerahkan pasukan dilapangan untuk tindak tegas. Pemerintah punya perangkat untuk itu semua.
Kita pahamlah masyakat kita masih banyak yang belum taat. Oleh karena sikap tegas pemerintah untuk menindak itu yang penting.
Padahal di beberapa media pemerintah tegas menyampai sebelum Idulfitri “tidak ada zona hijau bagi NTB, seluruhnya zona merah”.
Beliyau menambahkan “Takuntanya nanti setelah fase klaster Goa dan Klaster Magetan, akan muncul klaster baru bernama klaster lebaran (idulfitri). Bayangkan sehari setelah lebaran 49 kasus baru positif. Ya kita bedoa dan ikhtiar semoga tidak ada penambahan.”
“Bayangkan grafik psitif di NTB semakin meningkat. Data masuk 26 Mei 2020 ada 49 kasus positif baru, sehingga totalnya 537 kasus positif di NTB. Belum lagi kalau ada pasien siluman yang tidak terdata mungkin bisa lebih banyak lagi.”
Hemat saya. “Pemerintah harus menerapkan protokol Covid 19 dengan ketat dan konsiten. Bila perlu dearah zona merah di lock down saja.”
“Jangan biarkan masyarakat bertaruh nyawa sendiri tanpa diatur dengah ketat. Komando ada di tangan Gubernur sebagai panglima di NTB.”
“Libatkan semua unsur pemerintah mulai dari RT, RW, Kadus/Kaling, Kades/Lurah, Camat sampai Buapati Walikota harus kompak dan siirama untuk kepentingan bersama.
“Hilangkan ego sektoral masing-masing Pemda untuk kemaslahatan bersama.” Tegas putra Dana Mbojo tersebut.
Dia menambahkan “Gubernur harus lebih masif lagi gerakkan timnya untuk lebih giat. Jika ada prestasi pertahankan, yang masih kurang diperbaiki. Sering turun memantau lapangan seperti gubernur-gubernur lain Jabar, DKI, Jateng, Jatim. Upaya mereka perlu dititu dalam penanganan Covid 19.”
“NTB masuk nominasi 10 besar kasus Covid 19 sejak awal dan belum ada tanda untuk keluar bahkan meningkat. Bali saja sebagai daerah pusat wisata lebih rendah kasusnya dari NTB.”
“Intinya bagi saya, Gubernur harus lebih tegas lagi. Kepala daerah yang tidak ketat menerapkan protokol Covid 19 ditegur saja bila perlu diberi sanksi.”
“Gubernur punya kewenangan untuk itu sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah. Jangan sampai hanya buat aturan dan himbauan di atas kertas saja dan terkesan formalitas, namun langkah konkrit di lapangan tidak jalan. Sehingga membuat masyakat bingung.
“Tutup semua fasilitas umum dan tempat belanja secara konsisten agar tidak menimbul reaksi protes dari masyarakat. Kecuali mungkin tempat belanja kebutuhan pokok warga perlu dipertimbangkan”. Ungkap sekretaris Lazismu NTB tersebut.
“Saya bukan tidak mengapresiasi langkah-langkah pencegahan yang dilakukan selama ini, sudah cukup bagus. Namun perlu ditingkatkan lagi, sebab ini sudah situasi darurat dengan penambahan kasus sangat banyak.”
Kritik dan saran itu jangan dimaknai membenci atau musuh. Anggap saja itu adalah imun baru bagi pemerintah agar lebih serius lagi dalam menangani sebaran Covid 19 di NTB.”
“Kita juga sebagai masyarakat harus ada kesadaran untuk melaksanakan protocol Copvid mandiri. Semoga NTB segera pulih dan kembali kehidupan normal seperti dulu lagi.” Pungkasnya.